Senin, 28 Juli 2014

PNPM-MPd Kabupaten Padang Lawas Utara mengucapkan:


PNPM-MPd

Sabtu, 12 Juli 2014

Pemberdayaan di Bidang Hukum



Akses bantuan hukum Cuma-Cuma terkait pelaksanaan UU No. 16 tahun 2011
tentang Bantuan Hukum

IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM  
1. LATAR BELAKANG UU NO. 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM -
Negara menjamin hak konstitusional setiap orang untuk mendapatkan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum sebagai sarana perlindungan hak asasi manusia.  - Negara bertanggung jawab terhadap pemberian bantuan hukum bagi orang miskin sebagai perwujudan akses terhadap keadilan.  

2. YANG DIMAKSUD DENGAN BANTUAN HUKUM MENURUT  UU INI -
 Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum. 
Penerima Bantuan Hukum adalah orang atau kelompok orang miskin. 
Pemberi Bantuan Hukum adalah lembaga bantuan hukum atau organisasi
kemasyarakatan yang memberi  layanan Bantuan Hukum berdasarkan Undang-Undang ini.  Penyelenggara Bantuan Hukum adalah Kementerian Hukum dan HAM RI.  

3. TUJUAN BANTUAN HUKUM
a. Menjamin dan memenuhi hak bagi Penerima Bantuan Hukum untuk mendapatkan akses keadilan; 
b. Mewujudkan hak konstitusional segala warga negara sesuai dengan prinsip persamaan kedudukan di dalam hukum;
c. Menjamin kepastian penyelenggaraan Bantuan Hukum dilaksanakan secara merata di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia; dan 
d. Mewujudkan peradilan yang efektif, efisien, dan dapat dipertanggungjawabkan.  

4. PENERIMA BANTUAN HUKUM
Orang miskin atau kelompok orang miskin, yaitu yang tidak dapat memenuhi hak dasar
secara layak dan mandiri seperti : hak atas pangan, sandang, layanan kesehatan, layanan
pendidikan, pekerjaan dan berusaha, dan/atau perumahan.  

5. HAK PENERIMA BANTUAN HUKUM
Penerima Bantuan Hukum berhak: 
a. mendapatkan Bantuan Hukum hingga masalah hukumnya selesai dan/atau  perkaranya telah mempunyai kekuatan hukum tetap, selama Penerima Bantuan Hukum yang bersangkutan tidak mencabut surat kuasa;
 b. mendapatkan Bantuan Hukum sesuai dengan Standar Bantuan Hukum dan/atau
Kode Etik Advokat; dan 
c. mendapatkan informasi dan dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan pemberian Bantuan Hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.  

6. KEWAJIBAN PENERIMA BANTUAN HUKUM
Penerima Bantuan Hukum wajib: 
a. menyampaikan bukti, informasi, dan/atau keterangan perkara secara benar kepada Pemberi Bantuan Hukum; 
b. membantu kelancaran pemberian Bantuan Hukum.  


7. JENIS LAYANAN BANTUAN HUKUM
Pemberian Bantuan Hukum meliputi :
a.       Litigasi
b.       non litigasi 

Meliputi masalah hukum:
a.       keperdataan;  
b.      masalah hukum pidana; dan
c.        masalah hukum tata usaha negara. 

8. SYARAT-SYARAT PERMOHONAN BANTUAN HUKUM

a.    mengajukan permohonan secara tertulis yang berisi sekurang-kurangnya identitas pemohon dan uraian singkat mengenai pokok persoalan yang dimohonkan Bantuan Hukum; 
b.   menyerahkan dokumen yang berkenaan dengan perkara; dan
c.    melampirkan surat keterangan miskin dari lurah, kepala desa, atau pejabat yang setingkat di tempat tinggal pemohon Bantuan Hukum. 

9. TATA CARA PERMOHANAN :
a. Pemohon Bantuan Hukum mengajukan permohonan Bantuan Hukum secara tertulis kepada Pemberi Bantuan Hukum.
b. Permohonan paling sedikit memuat:
·         identitas Pemohon Bantuan Hukum; dan
·         uraian singkat mengenai pokok persoalan yang dimintakan Bantuan Hukum. - Permohonan Bantuan Hukum harus dilampiri:
·         surat keterangan miskin dari lurah, kepala desa, atau pejabat yang setingkat di tempat tinggal Pemohon Bantuan Hukum; dan 
·         dokumen yang berkenaan dengan perkara. 

10. IDENTITAS PEMOHON :
a. Identitas Pemohon Bantuan Hukum dibuktikan dengan kartu tanda penduduk  dan/atau dokumen lain yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang.
b. Dalam hal Pemohon Bantuan Hukum tidak memiliki identitas, Pemberi Bantuan Hukum membantu Pemohon Bantuan Hukum dalam memperoleh surat keterangan alamat sementara dan/atau dokumen lain dari instansi yang berwenang sesuai domisili Pemberi Bantuan Hukum.

11. SURAT KETERANGAN MISKIN :
 Dalam hal Pemohon Bantuan Hukum tidak memiliki surat keterangan miskin,
Pemohon Bantuan Hukum dapat melampirkan Kartu Jaminan Kesehatan
Masyarakat, Bantuan Langsung Tunai, Kartu Beras Miskin, atau dokumen lain
sebagai pengganti surat keterangan miskin.
- Jika sama sekali tidak memiliki, Pemberi Bantuan Hukum membantu Pemohon
Bantuan Hukum dalam memperoleh persyaratan tersebut. 

12. INSTANSI TERKAIT :
Instansi yang berwenang sesuai domisili Pemberi Bantuan Hukum wajib
mengeluarkan surat keterangan alamat sementara dan/atau dokumen lain untuk
keperluan penerimaan Bantuan Hukum.
Lurah, kepala desa, atau pejabat yang setingkat sesuai domisili Pemberi Bantuan
Hukum wajib mengeluarkan surat keterangan miskin dan/atau dokumen lain
sebagai pengganti surat keterangan miskin untuk keperluan penerimaan Bantuan
Hukum. 

13. JIKA PEMOHON BUTA HURUF :
 Pemohon Bantuan Hukum yang tidak mampu menyusun permohonan secara tertulis dapat mengajukan permohonan secara lisan.
Dalam hal Permohonan Bantuan Hukum diajukan secara lisan, Pemberi Bantuan Hukum menuangkan dalam bentuk tertulis.
Permohonan tersebut ditandatangani atau dicap jempol oleh Pemohon Bantuan Hukum. 

14. BATAS WAKTU PERMOHONAN
Pemberi Bantuan Hukum wajib memeriksa kelengkapan persyaratan dalam waktu paling lama 1 (satu) hari kerja setelah menerima berkas permohonan Bantuan Hukum.
Dalam hal permohonan Bantuan Hukum telah memenuhi persyaratan, Pemberi Bantuan Hukum wajib menyampaikan kesediaan atau penolakan secara tertulis atas permohonan dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak permohonan dinyatakan lengkap. 
Dalam hal Pemberi Bantuan Hukum menyatakan kesediaan, Pemberi Bantuan Hukum memberikan Bantuan Hukum berdasarkan surat kuasa khusus dari Penerima Bantuan Hukum. 
- Dalam hal permohonan Bantuan Hukum ditolak, Pemberi Bantuan Hukum wajib
memberikan alasan penolakan secara tertulis dalam waktu paling lama 3 (tiga)
hari kerja sejak permohonan dinyatakan lengkap. 

15. JANGKA WAKTU PEMBERIAN BANTUAN HUKUM
Pemberian Bantuan Hukum oleh Pemberi Bantuan Hukum kepada Penerima Bantuan Hukum diberikan hingga masalah hukumnya selesai dan/atau perkaranya telah mempunyai kekuatan hukum tetap, selama Penerima Bantuan Hukum tersebut tidak mencabut surat kuasa khusus. 

16. PERAN PARALEGAL, DOSEN DAN MAHASISWA :
Pemberian Bantuan Hukum secara litigasi dilakukan oleh advokat yang berstatus sebagai pengurus Pemberi Bantuan Hukum dan/atau advokat yang direkrut oleh Pemberi Bantuan Hukum.
Dalam hal jumlah advokat yang terhimpun dalam wadah Pemberi Bantuan Hukum tidak memadai dengan banyaknya jumlah Penerima Bantuan Hukum, Pemberi Bantuan Hukum dapat merekrut paralegal, dosen, dan mahasiswa fakultas hukum.
Dalam melakukan pemberian Bantuan Hukum, paralegal, dosen, dan mahasiswa fakultas hukum harus melampirkan bukti tertulis pendelegasian dan/atau pendampingan dari advokat.
Mahasiswa fakultas hukum harus telah lulus mata kuliah hukum acara dan pelatihan paralegal. 

17. BANTUAN HUKUM LITIGASI
Pemberian Bantuan Hukum secara litigasi :
 - pendampingan dan/atau menjalankan kuasa yang dimulai dari tingkat penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan;
 - pendampingan dan/atau  menjalankan kuasa  dalam proses pemeriksaan di persidangan; atau
- pendampingan dan/atau menjalankan kuasa terhadap Penerima Bantuan Hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara 

18. BANTUAN HUKUM NON LITIGASI :
Pemberian Bantuan Hukum secara nonlitigasi dapat dilakukan oleh advokat, paralegal, dosen, dan mahasiswa fakultas hukum dalam lingkup Pemberi Bantuan Hukum yang telah lulus verifikasi dan akreditasi.
- Pemberian Bantuan Hukum secara nonlitigasi meliputi kegiatan :
·         penyuluhan hukum; 
·         konsultasi hukum;  investigasi perkara, baik secara elektronik maupun nonelektronik;
·         penelitian hukum; 
·         mediasi;
·         negosiasi; 
·         pemberdayaan masyarakat; 
·         pendampingan di luar pengadilan;
·         dan/atau  drafting dokumen hukum.  

19. Dana Penyelenggaraan Bantuan Hukum :
 - Sumber pendanaan Penyelenggaraan Bantuan Hukum dibebankan pada APBN.
- Selain sumber pendanaan, pendanaan dapat berasal dari :
·         hibah atau sumbangan; dan/atau
·         sumber pendanaan lain yang sah dan tidak mengikat. 

20. PERAN DAERAH :
 - Daerah dapat mengalokasikan anggaran penyelenggaraan Bantuan Hukum dalam APBD.
- Daerah melaporkan penyelenggaraan Bantuan Hukum yang sumber pendanaannya berasal dari APBD kepada Menteri dan Menteri Dalam Negeri.
 - Ketentuan lebih lanjut mengenai pengalokasian anggaran penyelenggaraan Bantuan Hukum diatur dengan Peraturan Daerah.  

21. PEMBIAYAAN BANTUAN HUKUM
- Pemberian Bantuan Hukum per perkara atau per kegiatan hanya dapat dibiayai dari APBN atau APBD.  
- Pendanaan pemberian Bantuan Hukum per perkara atau per kegiatan dari hibah atau bantuan lain yang tidak mengikat dapat diberikan bersamaan dengan sumber dana dari APBN atau APBD. 
- Tata cara penganggaran dan pelaksanaan Anggaran Penyelenggaraan Bantuan Hukum dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.  

22. PENGAJUAN ANGGARAN :
- Pemberi Bantuan Hukum mengajukan Rencana Anggaran Bantuan Hukum kepada Menteri pada Tahun Anggaran sebelum Tahun Anggaran pelaksanaan Bantuan Hukum.
- Pengajuan Rencana Anggaran Bantuan Hukum paling sedikit memuat:
·         identitas Pemberi Bantuan Hukum;
·         sumber pendanaan pelaksanaan Bantuan Hukum, baik yang bersumber dari APBN maupun nonAPBN; rencana pelaksanaan Bantuan Hukum litigasi dan nonlitigasi sesuai dengan misi dan tujuan Pemberi Bantuan Hukum.

 - Dalam hal Pemberi Bantuan Hukum mengajukan Rencana Anggaran Bantuan Hukum nonlitigasi, Pemberi Bantuan Hukum harus mengajukan paling sedikit 4 (empat) kegiatan dalam satu paket dari kegiatan.  

23. PERJANJIAN PELAKSANAAN BANTUAN HUKUM
Pemberi Bantuan Hukum melaksanakan Bantuan Hukum litigasi dan nonlitigasi sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Perjanjian Pelaksanaan Bantuan Hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan.  

24. REIMBURSEMENT LITIGASI ;
·         Penyaluran dana Bantuan Hukum litigasi dilakukan setelah Pemberi Bantuan Hukum menyelesaikan perkara pada setiap tahapan proses beracara dan Pemberi Bantuan Hukum menyampaikan laporan yang disertai dengan bukti pendukung.
·         Tahapan proses beracara merupakan tahapan penanganan perkara dalam:
ü kasus pidana, meliputi penyelidikan, penyidikan, dan persidangan di pengadilan tingkat I, persidangan tingkat banding, persidangan tingkat kasasi, dan peninjauan kembali;
ü kasus perdata, meliputi upaya perdamaian atau putusan pengadilan tingkat I, putusan pengadilan tingkat banding, putusan pengadilan tingkat kasasi, dan peninjauan kembali; dan
ü kasus tata usaha Negara, meliputi pemeriksaan pendahuluan dan putusan pengadilan tingkat I, putusan pengadilan tingkat banding, putusan pengadilan tingkat kasasi, dan peninjauan kembali.

- Penyaluran dana Bantuan Hukum dihitung berdasarkan prosentase tertentu dari tarif per perkara sesuai standar biaya pelaksanaan Bantuan Hukum litigasi.
- Penyaluran dana Bantuan Hukum pada setiap tahapan proses beracara tidak menghapuskan kewajiban Pemberi Bantuan Hukum untuk memberikan Bantuan Hukum sampai dengan perkara yang ditangani selesai atau mempunyai kekuatan hukum tetap. 

25. REIMBURSEMENT NON LITIGASI :
 Penyaluran dana Bantuan Hukum nonlitigasi dilakukan setelah Pemberi Bantuan Hukum menyelesaikan paling sedikit satu kegiatan dalam paket kegiatan nonlitigasi
dan menyampaikan laporan yang disertai dengan bukti pendukung.
 - Penyaluran dana Bantuan Hukum dihitung berdasarkan tarif per kegiatan sesuai standar biaya pelaksanaan Bantuan Hukum nonlitigasi. 

26. KLARIFIKASI TAGIHAN
Menteri berwenang melakukan pengujian kebenaran tagihan atas penyelesaian pelaksanaan Bantuan Hukum sebagai dasar penyaluran dana Bantuan Hukum litigasi dan nonlitigasi;

27. PERTANGGUNG-JAWABAN KEUANGAN :
 - Pemberi Bantuan Hukum wajib melaporkan realisasi pelaksanaan anggaran Bantuan Hukum kepada Menteri secara triwulanan, semesteran, dan tahunan.
- Dalam hal Pemberi Bantuan Hukum menerima sumber pendanaan selain dari APBN, Pemberi Bantuan Hukum melaporkan realisasi penerimaan dan penggunaan dana tersebut kepada Menteri.
- Laporan realisasi penerimaan dan penggunaan dana selain dari APBN dilaporkan secara terpisah dari laporan realisasi pelaksanaan anggaran Bantuan Hukum. 

28. LAPORAN REALISASI :
 - Untuk perkara litigasi, laporan realisasi harus dilampiri paling sedikit:
·         salinan putusan perkara yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; dan
·         perkembangan perkara yang sedang dalam proses penyelesaian.
- untuk kegiatan nonlitigasi, laporan realisasi harus dilampiri laporan kegiatan yang telah dilaksanakan.
 
29. PENGELOLAAN ADMINISTRASI
Pemberi Bantuan Hukum mengelola secara tersendiri dan terpisah administrasi keuangan pelaksanaan Bantuan Hukum dari administrasi keuangan organisasi Pemberi Bantuan Hukum atau administrasi keuangan lainnya. 

30 LAPORAN MENTERI
Menteri menyusun dan menyampaikan laporan realisasi penyelenggaraan Bantuan Hukum kepada Dewan Perwakilan Rakyat pada setiap akhir tahun anggaran.  

31. PENGAWASAN BANTUAN HUKUM :
 - Menteri melakukan pengawasan pemberian Bantuan Hukum dan penyaluran dana Bantuan Hukum.
 - Pengawasan oleh Menteri dilaksanakan oleh unit kerja yang tugas dan fungsinya terkait dengan pemberian Bantuan Hukum pada Kementerian.  

32. UNIT KERJA PENGAWAS
Unit kerja dalam melaksanakan pengawasan mempunyai tugas:
a. melakukan pengawasan atas pemberian Bantuan Hukum dan penyaluran dana Bantuan Hukum;
b. menerima laporan pengawasan yang dilakukan oleh panitia pengawas daerah;
c. menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan penyimpangan pemberian Bantuan Hukum dan penyaluran dana Bantuan Hukum;
d. melakukan klarifikasi atas adanya dugaan penyimpangan pemberian Bantuan Hukum dan penyaluran dana Bantuan Hukum yang dilaporkan oleh panitia pengawas daerah dan/atau masyarakat;
e. mengusulkan sanksi kepada Menteri atas terjadinya penyimpangan pemberian Bantuan Hukum dan/atau penyaluran dana Bantuan Hukum; dan
f. Membuat laporan pelaksanaan pengawasan kepada Menteri. 

33. PANITIA PENGAWAS DAERAH :
- Menteri dalam melakukan pengawasan di daerah membentuk panitia pengawas daerah.
- Panitia pengawas daerah terdiri atas wakil dari unsur:
·         Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia; dan
·         biro hukum pemerintah daerah provinsi.
- Panitia pengawas daerah mempunyai tugas:  melakukan pengawasan pemberian Bantuan Hukum dan penyaluran dana Bantuan Hukum;
·         membuat laporan secara berkala kepada Menteri melalui unit kerja yang tugas dan fungsinya terkait dengan pemberian Bantuan Hukum pada Kementerian; 
·         mengusulkan sanksi kepada Menteri atas terjadinya penyimpangan pemberian Bantuan Hukum dan/atau penyaluran dana Bantuan Hukum melalui unit kerja yang tugas dan fungsinya terkait dengan pemberian Bantuan Hukum pada Kementerian. 

34. MUSYAWARAH PANITA PENGAWAS DAERAH :
 - Panitia Pengawas daerah dalam mengambil keputusan mengutamakan prinsip musyawarah.
- Dalam hal musyawarah tidak tercapai, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.
- Menteri atas usul pengawas dapat meneruskan temuan penyimpangan pemberian Bantuan Hukum dan penyaluran dana Bantuan Hukum kepada instansi yang berwenang untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

35. MEKANISME KOMPLAIN
Dalam hal Penerima Bantuan Hukum tidak mendapatkan haknya sesuai dengan ketentuan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, Penerima Bantuan Hukum dapat melaporkan Pemberi Bantuan Hukum kepada Menteri, induk organisasi Pemberi Bantuan Hukum, atau kepada instansi yang berwenang. 

36. ADVOKAT PENGGANTI
Dalam hal advokat Pemberi Bantuan Hukum litigasi tidak melaksanakan pemberian Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 sampai dengan perkaranya  selesai atau mempunyai kekuatan hukum tetap, Pemberi Bantuan Hukum wajib mencarikan advokat pengganti.


40. SANKSI PELANGGARAN :
- Dalam hal ditemukan pelanggaran pemberian Bantuan Hukum oleh Pemberi
Bantuan Hukum kepada Penerima Bantuan Hukum, Menteri dapat:
a. membatalkan perjanjian pelaksanaan Bantuan Hukum;
b. menghentikan pemberian Anggaran Bantuan Hukum; dan/atau
 c. tidak memberikan Anggaran Bantuan Hukum pada tahun anggaran berikutnya.
 - Dalam hal Menteri membatalkan perjanjian, Menteri menunjuk Pemberi Bantuan
Hukum lain untuk mendampingi atau menjalankan kuasa Penerima Bantuan
Hukum.


----00o00-----