Akses bantuan hukum Cuma-Cuma terkait
pelaksanaan UU No. 16 tahun 2011
tentang Bantuan
Hukum
IMPLEMENTASI
UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM
1. LATAR BELAKANG UU NO. 16 TAHUN 2011 TENTANG
BANTUAN HUKUM -
Negara menjamin hak konstitusional setiap orang
untuk mendapatkan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang
adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum sebagai sarana perlindungan hak
asasi manusia. - Negara bertanggung
jawab terhadap pemberian bantuan hukum bagi orang miskin sebagai perwujudan
akses terhadap keadilan.
2. YANG DIMAKSUD DENGAN BANTUAN HUKUM MENURUT UU INI -
Bantuan Hukum
adalah jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan Hukum secara cuma-cuma
kepada Penerima Bantuan Hukum.
Penerima Bantuan Hukum adalah orang atau kelompok
orang miskin.
Pemberi Bantuan Hukum adalah lembaga bantuan hukum
atau organisasi
kemasyarakatan yang memberi layanan Bantuan Hukum berdasarkan
Undang-Undang ini. Penyelenggara Bantuan
Hukum adalah Kementerian Hukum dan HAM RI.
3. TUJUAN BANTUAN HUKUM
a. Menjamin dan memenuhi hak bagi Penerima Bantuan
Hukum untuk mendapatkan akses keadilan;
b. Mewujudkan hak konstitusional segala warga negara
sesuai dengan prinsip persamaan kedudukan di dalam hukum;
c. Menjamin kepastian penyelenggaraan Bantuan Hukum
dilaksanakan secara merata di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia;
dan
d. Mewujudkan peradilan yang efektif, efisien, dan
dapat dipertanggungjawabkan.
4. PENERIMA BANTUAN HUKUM
Orang miskin atau kelompok orang miskin, yaitu yang
tidak dapat memenuhi hak dasar
secara layak dan mandiri seperti : hak atas pangan,
sandang, layanan kesehatan, layanan
pendidikan, pekerjaan dan berusaha, dan/atau
perumahan.
5. HAK PENERIMA BANTUAN HUKUM
Penerima Bantuan Hukum berhak:
a. mendapatkan Bantuan Hukum hingga masalah hukumnya
selesai dan/atau perkaranya telah
mempunyai kekuatan hukum tetap, selama Penerima Bantuan Hukum yang bersangkutan
tidak mencabut surat kuasa;
b.
mendapatkan Bantuan Hukum sesuai dengan Standar Bantuan Hukum dan/atau
Kode Etik Advokat; dan
c. mendapatkan informasi dan dokumen yang berkaitan
dengan pelaksanaan pemberian Bantuan Hukum sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
6. KEWAJIBAN PENERIMA BANTUAN HUKUM
Penerima Bantuan Hukum wajib:
a. menyampaikan bukti, informasi, dan/atau
keterangan perkara secara benar kepada Pemberi Bantuan Hukum;
b. membantu kelancaran pemberian Bantuan Hukum.
7. JENIS LAYANAN BANTUAN HUKUM
Pemberian Bantuan Hukum meliputi :
a.
Litigasi
b.
non litigasi
Meliputi masalah hukum:
a.
keperdataan;
b.
masalah hukum
pidana; dan
c.
masalah hukum tata usaha negara.
8. SYARAT-SYARAT PERMOHONAN BANTUAN HUKUM
a.
mengajukan
permohonan secara tertulis yang berisi sekurang-kurangnya identitas pemohon dan
uraian singkat mengenai pokok persoalan yang dimohonkan Bantuan Hukum;
b.
menyerahkan
dokumen yang berkenaan dengan perkara; dan
c.
melampirkan surat
keterangan miskin dari lurah, kepala desa, atau pejabat yang setingkat di
tempat tinggal pemohon Bantuan Hukum.
9. TATA CARA PERMOHANAN :
a. Pemohon Bantuan Hukum mengajukan permohonan
Bantuan Hukum secara tertulis kepada Pemberi Bantuan Hukum.
b. Permohonan paling sedikit memuat:
·
identitas Pemohon Bantuan Hukum; dan
·
uraian singkat mengenai pokok persoalan yang dimintakan Bantuan Hukum. -
Permohonan Bantuan Hukum harus dilampiri:
·
surat keterangan miskin dari lurah, kepala desa, atau pejabat yang
setingkat di tempat tinggal Pemohon Bantuan Hukum; dan
·
dokumen yang berkenaan dengan perkara.
10. IDENTITAS PEMOHON :
a. Identitas Pemohon Bantuan Hukum dibuktikan dengan
kartu tanda penduduk dan/atau dokumen
lain yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang.
b. Dalam hal Pemohon Bantuan Hukum tidak memiliki
identitas, Pemberi Bantuan Hukum membantu Pemohon Bantuan Hukum dalam
memperoleh surat keterangan alamat sementara dan/atau dokumen lain dari
instansi yang berwenang sesuai domisili Pemberi Bantuan Hukum.
11. SURAT KETERANGAN MISKIN :
Dalam hal
Pemohon Bantuan Hukum tidak memiliki surat keterangan miskin,
Pemohon Bantuan Hukum dapat melampirkan Kartu
Jaminan Kesehatan
Masyarakat, Bantuan Langsung Tunai, Kartu Beras
Miskin, atau dokumen lain
sebagai pengganti surat keterangan miskin.
- Jika sama sekali tidak memiliki, Pemberi Bantuan
Hukum membantu Pemohon
Bantuan Hukum dalam memperoleh persyaratan
tersebut.
12. INSTANSI TERKAIT :
Instansi yang berwenang sesuai domisili Pemberi
Bantuan Hukum wajib
mengeluarkan surat keterangan alamat sementara
dan/atau dokumen lain untuk
keperluan penerimaan Bantuan Hukum.
Lurah, kepala desa, atau pejabat yang setingkat
sesuai domisili Pemberi Bantuan
Hukum wajib mengeluarkan surat keterangan miskin
dan/atau dokumen lain
sebagai pengganti surat keterangan miskin untuk
keperluan penerimaan Bantuan
Hukum.
13. JIKA PEMOHON BUTA HURUF :
Pemohon
Bantuan Hukum yang tidak mampu menyusun permohonan secara tertulis dapat mengajukan
permohonan secara lisan.
Dalam hal Permohonan Bantuan Hukum diajukan secara
lisan, Pemberi Bantuan Hukum menuangkan dalam bentuk tertulis.
Permohonan tersebut ditandatangani atau dicap jempol
oleh Pemohon Bantuan Hukum.
14. BATAS WAKTU PERMOHONAN
Pemberi Bantuan Hukum wajib memeriksa kelengkapan
persyaratan dalam waktu paling lama 1 (satu) hari kerja setelah menerima berkas
permohonan Bantuan Hukum.
Dalam hal permohonan Bantuan Hukum telah memenuhi
persyaratan, Pemberi Bantuan Hukum wajib menyampaikan kesediaan atau penolakan
secara tertulis atas permohonan dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja
sejak permohonan dinyatakan lengkap.
Dalam hal Pemberi Bantuan Hukum menyatakan
kesediaan, Pemberi Bantuan Hukum memberikan Bantuan Hukum berdasarkan surat
kuasa khusus dari Penerima Bantuan Hukum.
- Dalam hal permohonan Bantuan Hukum ditolak,
Pemberi Bantuan Hukum wajib
memberikan alasan penolakan secara tertulis dalam
waktu paling lama 3 (tiga)
hari kerja sejak permohonan dinyatakan lengkap.
15. JANGKA WAKTU PEMBERIAN BANTUAN HUKUM
Pemberian Bantuan Hukum oleh Pemberi Bantuan Hukum
kepada Penerima Bantuan Hukum diberikan hingga masalah hukumnya selesai
dan/atau perkaranya telah mempunyai kekuatan hukum tetap, selama Penerima
Bantuan Hukum tersebut tidak mencabut surat kuasa khusus.
16. PERAN PARALEGAL, DOSEN DAN MAHASISWA :
Pemberian Bantuan Hukum secara litigasi dilakukan
oleh advokat yang berstatus sebagai pengurus Pemberi Bantuan Hukum dan/atau
advokat yang direkrut oleh Pemberi Bantuan Hukum.
Dalam hal jumlah advokat yang terhimpun dalam wadah
Pemberi Bantuan Hukum tidak memadai dengan banyaknya jumlah Penerima Bantuan
Hukum, Pemberi Bantuan Hukum dapat merekrut paralegal, dosen, dan mahasiswa
fakultas hukum.
Dalam melakukan pemberian Bantuan Hukum, paralegal,
dosen, dan mahasiswa fakultas hukum harus melampirkan bukti tertulis
pendelegasian dan/atau pendampingan dari advokat.
Mahasiswa fakultas hukum harus telah lulus mata
kuliah hukum acara dan pelatihan paralegal.
17. BANTUAN HUKUM LITIGASI
Pemberian Bantuan Hukum secara litigasi :
-
pendampingan dan/atau menjalankan kuasa yang dimulai dari tingkat penyelidikan,
penyidikan, dan penuntutan;
-
pendampingan dan/atau menjalankan
kuasa dalam proses pemeriksaan di
persidangan; atau
- pendampingan dan/atau menjalankan kuasa terhadap
Penerima Bantuan Hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara
18. BANTUAN HUKUM NON LITIGASI :
Pemberian Bantuan Hukum secara nonlitigasi dapat
dilakukan oleh advokat, paralegal, dosen, dan mahasiswa fakultas hukum dalam
lingkup Pemberi Bantuan Hukum yang telah lulus verifikasi dan akreditasi.
- Pemberian Bantuan Hukum secara nonlitigasi
meliputi kegiatan :
·
penyuluhan
hukum;
·
konsultasi
hukum; investigasi perkara, baik secara
elektronik maupun nonelektronik;
·
penelitian
hukum;
·
mediasi;
·
negosiasi;
·
pemberdayaan
masyarakat;
·
pendampingan di
luar pengadilan;
·
dan/atau drafting dokumen hukum.
19. Dana Penyelenggaraan Bantuan Hukum :
- Sumber
pendanaan Penyelenggaraan Bantuan Hukum dibebankan pada APBN.
- Selain sumber pendanaan, pendanaan dapat berasal
dari :
·
hibah atau sumbangan; dan/atau
·
sumber pendanaan lain yang sah dan tidak mengikat.
20. PERAN DAERAH :
- Daerah
dapat mengalokasikan anggaran penyelenggaraan Bantuan Hukum dalam APBD.
- Daerah melaporkan penyelenggaraan Bantuan Hukum
yang sumber pendanaannya berasal dari APBD kepada Menteri dan Menteri Dalam
Negeri.
- Ketentuan
lebih lanjut mengenai pengalokasian anggaran penyelenggaraan Bantuan Hukum
diatur dengan Peraturan Daerah.
21. PEMBIAYAAN BANTUAN HUKUM
- Pemberian Bantuan Hukum per perkara atau per
kegiatan hanya dapat dibiayai dari APBN atau APBD.
- Pendanaan pemberian Bantuan Hukum per perkara atau
per kegiatan dari hibah atau bantuan lain yang tidak mengikat dapat diberikan
bersamaan dengan sumber dana dari APBN atau APBD.
- Tata cara penganggaran dan pelaksanaan Anggaran
Penyelenggaraan Bantuan Hukum dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
22. PENGAJUAN ANGGARAN :
- Pemberi Bantuan Hukum mengajukan Rencana Anggaran
Bantuan Hukum kepada Menteri pada Tahun Anggaran sebelum Tahun Anggaran
pelaksanaan Bantuan Hukum.
- Pengajuan Rencana Anggaran Bantuan Hukum paling
sedikit memuat:
·
identitas Pemberi Bantuan Hukum;
·
sumber pendanaan pelaksanaan Bantuan Hukum, baik yang bersumber dari APBN maupun nonAPBN; rencana pelaksanaan Bantuan Hukum litigasi
dan nonlitigasi sesuai dengan misi dan tujuan
Pemberi Bantuan Hukum.
- Dalam hal
Pemberi Bantuan Hukum mengajukan Rencana Anggaran Bantuan Hukum nonlitigasi,
Pemberi Bantuan Hukum harus mengajukan paling sedikit 4 (empat) kegiatan dalam
satu paket dari kegiatan.
23. PERJANJIAN PELAKSANAAN BANTUAN HUKUM
Pemberi Bantuan Hukum melaksanakan Bantuan Hukum
litigasi dan nonlitigasi sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Perjanjian
Pelaksanaan Bantuan Hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
24. REIMBURSEMENT LITIGASI ;
·
Penyaluran dana
Bantuan Hukum litigasi dilakukan setelah Pemberi Bantuan Hukum menyelesaikan
perkara pada setiap tahapan proses beracara dan Pemberi Bantuan Hukum
menyampaikan laporan yang disertai dengan bukti pendukung.
·
Tahapan proses
beracara merupakan tahapan penanganan perkara dalam:
ü kasus pidana, meliputi
penyelidikan, penyidikan, dan persidangan di pengadilan tingkat I, persidangan tingkat banding, persidangan tingkat
kasasi, dan peninjauan kembali;
ü kasus perdata, meliputi
upaya perdamaian atau putusan pengadilan tingkat I,
putusan pengadilan tingkat banding, putusan pengadilan tingkat kasasi, dan
peninjauan kembali; dan
ü kasus tata usaha
Negara, meliputi pemeriksaan pendahuluan dan putusan pengadilan tingkat I, putusan pengadilan tingkat banding, putusan
pengadilan tingkat kasasi, dan peninjauan kembali.
- Penyaluran dana Bantuan Hukum dihitung berdasarkan
prosentase tertentu dari tarif per perkara sesuai standar biaya pelaksanaan
Bantuan Hukum litigasi.
- Penyaluran dana Bantuan Hukum pada setiap tahapan
proses beracara tidak menghapuskan kewajiban Pemberi Bantuan Hukum untuk
memberikan Bantuan Hukum sampai dengan perkara yang ditangani selesai atau
mempunyai kekuatan hukum tetap.
25. REIMBURSEMENT NON LITIGASI :
Penyaluran
dana Bantuan Hukum nonlitigasi dilakukan setelah Pemberi Bantuan Hukum
menyelesaikan paling sedikit satu kegiatan dalam paket kegiatan nonlitigasi
dan menyampaikan laporan yang disertai dengan bukti
pendukung.
- Penyaluran
dana Bantuan Hukum dihitung berdasarkan tarif per kegiatan sesuai standar biaya
pelaksanaan Bantuan Hukum nonlitigasi.
26. KLARIFIKASI TAGIHAN
Menteri berwenang melakukan pengujian kebenaran
tagihan atas penyelesaian pelaksanaan Bantuan Hukum sebagai dasar penyaluran
dana Bantuan Hukum litigasi dan nonlitigasi;
27. PERTANGGUNG-JAWABAN KEUANGAN :
- Pemberi
Bantuan Hukum wajib melaporkan realisasi pelaksanaan anggaran Bantuan Hukum
kepada Menteri secara triwulanan, semesteran, dan tahunan.
- Dalam hal Pemberi Bantuan Hukum menerima sumber
pendanaan selain dari APBN, Pemberi Bantuan Hukum melaporkan realisasi
penerimaan dan penggunaan dana tersebut kepada Menteri.
- Laporan realisasi penerimaan dan penggunaan dana
selain dari APBN dilaporkan secara terpisah dari laporan realisasi pelaksanaan
anggaran Bantuan Hukum.
28. LAPORAN REALISASI :
- Untuk
perkara litigasi, laporan realisasi harus dilampiri paling sedikit:
·
salinan putusan
perkara yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; dan
·
perkembangan perkara yang sedang dalam proses penyelesaian.
- untuk kegiatan
nonlitigasi, laporan realisasi harus dilampiri laporan kegiatan yang telah dilaksanakan.
29. PENGELOLAAN ADMINISTRASI
Pemberi Bantuan Hukum mengelola secara tersendiri
dan terpisah administrasi keuangan pelaksanaan Bantuan Hukum dari administrasi
keuangan organisasi Pemberi Bantuan Hukum atau administrasi keuangan
lainnya.
30 LAPORAN MENTERI
Menteri menyusun dan menyampaikan laporan realisasi
penyelenggaraan Bantuan Hukum kepada Dewan Perwakilan Rakyat pada setiap akhir
tahun anggaran.
31. PENGAWASAN BANTUAN HUKUM :
- Menteri
melakukan pengawasan pemberian Bantuan Hukum dan penyaluran dana Bantuan Hukum.
- Pengawasan
oleh Menteri dilaksanakan oleh unit kerja yang tugas dan fungsinya terkait
dengan pemberian Bantuan Hukum pada Kementerian.
32. UNIT KERJA PENGAWAS
Unit kerja dalam melaksanakan pengawasan mempunyai
tugas:
a. melakukan pengawasan atas pemberian Bantuan Hukum
dan penyaluran dana Bantuan Hukum;
b. menerima laporan pengawasan yang dilakukan oleh
panitia pengawas daerah;
c. menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya
dugaan penyimpangan pemberian Bantuan Hukum dan penyaluran dana Bantuan Hukum;
d. melakukan klarifikasi atas adanya dugaan
penyimpangan pemberian Bantuan Hukum dan penyaluran dana Bantuan Hukum yang
dilaporkan oleh panitia pengawas daerah dan/atau masyarakat;
e. mengusulkan sanksi kepada Menteri atas terjadinya
penyimpangan pemberian Bantuan Hukum dan/atau penyaluran dana Bantuan Hukum;
dan
f. Membuat laporan pelaksanaan pengawasan kepada
Menteri.
33. PANITIA PENGAWAS DAERAH :
- Menteri dalam melakukan pengawasan di daerah
membentuk panitia pengawas daerah.
- Panitia pengawas daerah terdiri atas wakil dari
unsur:
·
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia; dan
·
biro hukum pemerintah daerah provinsi.
- Panitia pengawas
daerah mempunyai tugas: melakukan pengawasan pemberian Bantuan Hukum dan
penyaluran dana Bantuan Hukum;
·
membuat laporan secara berkala kepada Menteri melalui unit kerja yang tugas dan fungsinya terkait dengan pemberian Bantuan
Hukum pada Kementerian;
·
mengusulkan sanksi kepada Menteri atas terjadinya penyimpangan pemberian Bantuan Hukum dan/atau penyaluran dana
Bantuan Hukum melalui unit kerja yang tugas dan fungsinya terkait dengan
pemberian Bantuan Hukum pada Kementerian.
34. MUSYAWARAH PANITA PENGAWAS DAERAH :
- Panitia
Pengawas daerah dalam mengambil keputusan mengutamakan prinsip musyawarah.
- Dalam hal musyawarah tidak tercapai, keputusan
diambil berdasarkan suara terbanyak.
- Menteri atas usul pengawas dapat meneruskan temuan
penyimpangan pemberian Bantuan Hukum dan penyaluran dana Bantuan Hukum kepada
instansi yang berwenang untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
35. MEKANISME KOMPLAIN
Dalam hal Penerima Bantuan Hukum tidak mendapatkan
haknya sesuai dengan ketentuan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011
tentang Bantuan Hukum, Penerima Bantuan Hukum dapat melaporkan Pemberi Bantuan
Hukum kepada Menteri, induk organisasi Pemberi Bantuan Hukum, atau kepada
instansi yang berwenang.
36. ADVOKAT PENGGANTI
Dalam hal advokat Pemberi Bantuan Hukum litigasi
tidak melaksanakan pemberian Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
sampai dengan perkaranya selesai atau
mempunyai kekuatan hukum tetap, Pemberi Bantuan Hukum wajib mencarikan advokat
pengganti.
40. SANKSI PELANGGARAN :
- Dalam hal ditemukan pelanggaran pemberian Bantuan
Hukum oleh Pemberi
Bantuan Hukum kepada Penerima Bantuan Hukum, Menteri
dapat:
a. membatalkan perjanjian pelaksanaan Bantuan Hukum;
b. menghentikan pemberian Anggaran Bantuan Hukum;
dan/atau
c. tidak
memberikan Anggaran Bantuan Hukum pada tahun anggaran berikutnya.
- Dalam hal
Menteri membatalkan perjanjian, Menteri menunjuk Pemberi Bantuan
Hukum lain untuk mendampingi atau menjalankan kuasa
Penerima Bantuan
Hukum.
----00o00-----
Tidak ada komentar:
Posting Komentar